Perajin cokelat dari Jakarta, yaitu Pipiltin Cocoa menyatakan siap menampung biji kakao fermentasi dari Kampung Merasa, Kabupaten Berau. “Sebanyak apapun produk kakao fermentasi yang dihasilkan saya siap menampung”, ucap Irvan Helmi, selaku Co-Fouder Pipiltin Cocoa pada kunjungannya ke Kampung Merasa, pada bulan April 2024 yang lalu.
Baca juga: Para Perempuan Berdaya dari Kampung Salafen
Selama dua hari (20-22 April), Pipiltin Cocoa berdiskusi dengan para petani kakao di Kampung Merasa dan melihat secara langsung bagaimana proses fermentasi kakao dilakukan. Irvan menjamin bahwa perusahaan mereka akan memberikan harga yang adil dan baik (fair trade) kepada para petani. Harga yang adil adalah bagian penting dari keberlanjutan praktik budi daya dan olahan kakao fermentasi di Kampung Merasa. Sebanyak 80% petani kakao di Indonesia memproduksi kakao asalan dan hanya 20% yang melakukan fermentasi. Kakao fermentasi dihargai lebih tinggi daripada kakao asalan, karena proses pascapanen yang berbeda dan memerlukan banyak waktu dan perlakuan.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama mitra lokal Yayasan Kalimajari, mendamping petani kakao di Kampung Merasa selama empat tahun terakhir. Melalui strategi Konservasi Hutan oleh Masyarakat, YKAN mendorong pengembangan komoditas lestari sebagai pendapatan alternatif yang bisa mengurangi tekanan atas deforestasi hutan di sekitar kampung. Pada Kampung Merasa, YKAN mendampingi kelompok tani untuk meningkatkan kapasitas dalam pengelolaann tanaman cokelat dan tentunya fokus pada biji kakao fermentasi.
Pipiltin Cocoa telah mengangkat kakao Merasa menjadi signature cokelat pada 2022, melalui jenama Single Origin (SO) Kampung Merasa 74% dengan kecenderungan rasa pahit. Kakao dari Kampung Merasa menjadi perwakilan biji kakao pertami dari Pulau Kalimantan yang diolah Pipiltin Cocoa. Pada kunjungan ini, Pipiltin ingin membangun kemitraan berbasis pada persaudaraan dan berkelanjutan.
Saat ini, pasaran global sangat kekurangan pasokan kakao. Lantaran dua negara penyuplai terbesar yaitu Ghana dan Pantai Gading mengalami penurunan produktivitas. “Ini bisa jadi momentum yang baik bagi petani kakao untuk mendapatkan keuntungan yang signifkan, “kata Irfan. Selanjutnya Irfan menambahkan bahwa kenaikan harga ini dapat diinvestasikan kembali ke kebun, baik untuk peremajaan, penanaman, maupun tata kelola ekosistemnya, sehingga produktivitas tetap terjaga.
Pada akhirnya, diakui bahwa peranan aktif masyarakat dalam perlindungan sumber daya alam adalah sangat penting. Harapannya, dengan adanya dukungan pihak swasta terhadap inisiatif masyarakat menguatkan penghidupan yang berkelanjutan sekaligus melindungi sumber daya alam di Kampung Merasa dapat memberikan semangat bagi para petani kakao di wilayah ini, untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian hutan. Kedepannya, inisiatif-inisiatif seperti ini dapat terus dikembangkan dan dilakukan di wilayah lain, untuk kelestarian alam dan kehidupan masyarakat yang lebih baik.