Kontak Media
-
Maria Adityasari
Communication Specialist YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara
Email: maria.adityasari@ykan.or.id
Puluhan masyarakat Punan Batu yang bermukim di wilayah Hutan Batu Benau, Sajau, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, menyaksikan penyerahan secara simbolis surat keputusan bupati tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau Sajau, pada 2 Juni 2023. Dilakukan di Liang Meriam, salah satu tempat hunian warga Punan Batu Benau Sajau, penyerahan ini dilakukan secara langsung oleh Bupati Bulungan Syarwani, M.Si, dan disaksikan oleh Sekretaris Daerah Bulungan Risdianto, peneliti Mochtar Riady Institute Pradiptajati Kusuma, dan Senior Manager Provincial Government Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Niel Makinuddin.
Surat Keputusan Bupati Nomor 188.45/319 tahun 2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau Sajau telah ditandatangani pada 3 April 2023. Legalitas ini menjadi landasan untuk kepastian masa depan mereka, baik untuk ruang hidup maupun budaya masyarakat pemburu dan peramu terakhir yang masih aktif di Kalimantan ini.
“Ini adalah bagian dari komitmen pemerintah daerah untuk tetap memberikan pengakuan dan perlindungan kepada warga Punan Batu yang ada di desa Sajau. Dan kita juga berkomitmen untuk menjaga kawasan Hutan Benau untuk tetap lestari dan menjadi tempat hidup warga masyarakat Punan Batu Benau Sajau. Kita jaga hutannya, kita jaga masyarakatnya,” ujar Bupati Bulungan Syarwani, M.Si saat menyerahkan dokumen SK Bupati kepada Akim Asut, tetua adat Punan Batu Benau Sajau.
Hutan Benau adalah sumber penghidupan warga Punan Batu untuk bernaung, mencari makan, sekaligus melestarikan tradisi. Total jumlah komunitas adat ini sekitar 100 orang dan masih mempraktikkan hidup nomaden, menerapakan gaya hidup yang selaras alam dan memiliki ketergantungan kuat pada keberadaan hutan. Kebutuhan pahan sepenuhnya diambil dari alam. Dulu, mereka bermukim di 17 liang, namun kini tinggal 5 liang yang terisi. Sebagian dari mereka mulai mendirikan pondok sementara di dekat sungai, yang menjadi sumber air dan pangan. “Sekarang kami mulai susah untuk berburu. Waktu saya kecil, mudah saja mendapatkan hewan buruan. Tapi sekarang, satu atau dua hari belum tentu dapat,” kenang Akim Asut, yang kini telah berusia sekitar 70 tahun. Kian sulitnya mencari pangan menjadi tantangan utama seiring dengan berubahnya fungsi lahan di sekitar mereka.
“Saya senang hari ini dengan adanya penyerahan pengakuan adat kami. Harapan saya hutan tempat saya tinggal dijaga, makan saya ada, adat istiadat saya bisa tetap dijalankan,” tambahnya.
Sejak 2021, setelah mendapat informasi dan hasil penelitian Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, YKAN mendampingi masyarakat Punan Batu Benau Sajau dan memfasilitasi masyarakat untuk mendapat pengakuan dan perlindungan sebagai masyarakat hukum adat (MHA) oleh Pemerintah Kabupaten Bulungan. Pengakuan MHA ini menjadi langkah awal untuk kemudian mendorong diusulkannya Hutan Batu Benau, wilayah tinggal mereka, sebagai hutan adat.
Kawasan ini sangat penting dan unik, bahkan mungkin satu-satunya di Kalimantan, yang ekosistem karstnya masih menjadi hunian bagi sekelompok masyarakat. Bekerja bersama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Pemerintah Kabupaten Bulungan, YKAN juga mendampingi untuk mendorong penetapan taman bumi atau geopark untuk kawasan Gunung Batu Benau. Adanya penetapan ini untuk meningkatkan ekonomi berbasis masyarakat, konservasi, dan kebutuhan riset dan edukasi. Penelitian terakhir dari Kelompok Studi Karst Geografi Universitas Gadjah Mada mengidentifikasi 11 titik keragaman geologi yang potensial untuk dijadikan warisan geologi (geoheritage).
“Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Pemerintah Kabupaten Bulungan memiliki komitmen yang kuat. Proses penetapan MHA ini termasuk yang sangat cepat, hanya sekitar 1,5 tahun. SK ini adalah tahap awal pengakuan. Tahap berikutnya adalah perlindungan ruang hidup mereka dan dari sisi konservasinya. Termasuk perlindungan terhadap layanan dasar mereka yakni pangan, pendidikan, dan kesehatan. Kami bekerja sama dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dunia usaha, dan akademisi untuk merumuskan dan menyepakati opsi-opsi yang perlu untuk ruang hidup masyarakat Punan. Karena masyarakat Punan tidak bisa hidup tanpa hutan,” pungkas Senior Manager Provincial Government YKAN Niel Makinuddin.
Tentang YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.