Hutan memberikan kelimpahan yang lebih dari cukup untuk kehidupan manusia. Salah satunya berasal dari Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), seperti rotan, buah-buahan, getah, dan madu. Kalimantan Timur adalah daerah penghasil rotan nomor dua di Indonesia setelah Kalimantan Tengah. Namun sebagai salah satu produsen terbesar, rotan belum menjadi komoditas HHBK unggulan. Mayoritas rotan yang dikirim ke luar Pulau Kalimantan adalah rotan mentah yang dihargai rendah dan tidak memiliki nilai tambah. Yang menyesakkan, industri rotan terbesar justru berada di Kabupaten Gresik dan Cirebon. Padahal potensi rotan sebagai sumber alternatif penghidupan masyarakat, masih sangat terbuka.
Baca juga: Panen berlimpah, mangrove terjaga
Bagaimana potensi ini bisa terkuak? Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bekerja sama dengan konsultan individu Indra Wardhani dan Ayu Anandani Pamulia, melakukan Kajian Komoditas Rotan Lestari di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dan Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Rotan menjadi subyek penelitian ini lantaran memiliki nilai ekonomi, nilai budaya, dan nilai konservasi yang kuat. Aspek ramah lingkungannya, dilihat dari pertumbuhan rotan yang selalu membutuhkan tegakan (pohon). Sehingga, keberadaan rotan yang berkelanjutan selalu memerlukan tegakan pohon dan ekosistem penunjangnya di hutan.
Lokasi kajian terpilih adalah kawasan Pengembangan Wilayah Terpadu (PWT) berbasis perhutanan sosial. PWT adalah salah satu strategi percepatan pengembangan usaha perhutanan sosial dengan multipihak. Ada tiga lokus penelitian yang mewakili pengembangan PWT di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Untuk Kalimantan Timur adalah PWT Lanskap Segah untuk kawasan Hutan Teluk Sumbang di Kecamatan Biduk-Biduk dan kawasan Hutan Sungai Gih di Kecamatan Segah.
Adapun untuk Kalimantan Utara, ada di lokasi ketiga yaitu kawasan Hutan Punan Batu-Benau Sajau di Kecamatan Sajau, Kabupaten Bulungan. Narasumber kunci pada kajian ini adalah Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur Profesor Paulus Matius yang mengetahui seluk beluk rotan di Kalimantan. Secara pararel dilakukan studi rantai pasok dan rantai nilai di sektor hilir pada tujuh kabupaten/kota yaitu : Palu, Gresik, Lombok, Malang, Solo, Cirebon, dan Samarinda.
Berdasarkan kajian selama tiga bulan (Agustus-Oktober 2024), diidentifikasi ada 40 jenis rotan yang hidup di lokasi penelitian. Dari temuan tersebut, yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan komersial adalah jenis Rotan Manau, Rotan Sabut, dan Rotan Sega.
Para peneliti menemukan bahwa selama ini belum ada praktik budi daya rotan yang baik. Kemudian, dari sisi pemanenan juga belum menerapkan prinsip rotan lestari, belum tersedianya pendataaan jumlah pengrajin termasuk jumlah alat penganyam. Terakhir, dari analisis nilai ekonomi, nilai jual rotan yang sudah dikuliti (fitrit) berkisar dari Rp25.000- Rp45.000 dan kulit rotan mulai dari Rp45.000-Rp120.000 per kilogram. Harga akan menjadi lebih tinggi ketika sudah menjadi produk anyaman dibandingkan dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang berkisar dari 2.630 – 2.712 per kilogram (harga TBS per September 2024).
Melihat kondisi tersebut, prospek intervensi dalam pengembangan, budi daya, maupun pengolahan rotan masih terbuka lebar, baik untuk kepentingan industri, penguatan komunitas dan ekonomi lokal, akademis, maupun untuk konservasi. Dari aspek pasar, saat ini kebutuhan akan rotan sangat terbuka dan tinggi, apalagi jika rotan yang dikelola dan produksi memiliki sertifikasi Rotan Lestari (Roles).
Roles merupakan sistem penjaminan partisipatif untuk komoditas rotan yang dipasarkan hingga tingkat global. Pemantauan pengelolaan rotan berbasis masyarakat mengacu pada standar dan prinsip penjaminan mutu atau Participatory Guarantee System (PGS). Sistem ini membantu keterlacakan, keberlanjutan, efektivitas sistem dan kredibilitas dalam mewujudkan pengelolaan secara lestari.
Rekomendasi dari kajian ini adalah memastikan pendampingan yang tepat dari setiap lini, mulai dari prinsip tata kelola, rantai pasok, serta rantai nilai rotan. Ketika rotan memiliki nilai yang tinggi, rotan akan menjadi isu strategis terhadap konservasi seperti mencegah masyarakat untuk melakukan ladang berpindah, mengkonversi hutan ke kebun kelapa sawit, menjaga tegakan hutan, maupun mengurangi minat masyarakat untuk melakukan penambangan emas secara ilegal.
YKAN melalui strategi Konservasi Hutan oleh Masyarakat mendorong pengembangan komoditas rotan secara lestari. Upaya ini diejawantahkan dalam bentuk penguatan kelembagaan perhutanan sosial dalam skema PWT yang sudah berjalan sejak awal 2024. Pendampingan intensif sedang berjalan di Kampung Teluk Sumbang, untuk meningkatkan nilai tambah rotan dan daya saingnya.