Salah satu langkah mitigasi perubahan iklim yang saat ini populer dilakukan oleh berbagai pihak adalah rehabilitasi mangrove melalui penanaman secara konvensional. Dibandingkan dengan penanaman, perlindungan mangrove justru sebenarnya lebih efektif dan efisien dalam menurunkan emisi gas rumah kaca .
Baca juga: Teknologi Terbarukan Dalam Pengelolaan Hutan Lestari
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2023, Indonesia memiliki mangrove seluas 3,4 juta hektare. Namun diperkirakan sejak dua abad lalu, Indonesia sudah kehilangan 1 juta hektare mangrove, atau sebanding dengan 13x negara Singapura (Ilman, 2016). Dalam periode 2009 – 2019 saja diketahui bahwa Indonesia kehilangan 182.091 hektare (Arifanti dkk, 2021).

Badan Restorasi Mangrove dan Gambut (BRGM) menargetkan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 hektare hingga tahun 2024. Akan tetapi, rehabilitasi mangrove sebetulnya adalah proyek yang cukup sulit, mahal, dan butuh durasi panjang hingga memastikan tutupan hutan bertambah. Berdasarkan laporan Kompas per Februari 2024, BRGM baru berhasil merestorasi 130.000 hektare mangrove saja.
Analisis World Bank pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa biaya rehabilitasi mangrove di Indonesia tergolong tinggi, dapat mencapai hingga 3.900 USD (sekitar Rp. 64.000.000) per hektare, di atas rata-rata global yang nilainya 3.500 USD per hektare. Terlebih lagi, potensi kegagalan rehabilitasi akan turut menambah biaya untuk rehabilitasi ulang dan perawatan, sehingga biaya yang sebenarnya bisa lebih mahal.
Selain itu, dalam perspektif mitigasi iklim melalui penyerapan karbon, untuk dapat mencapai penyimpanan karbon yang maksimal, mangrove perlu waktu puluhan hingga ratusan tahun (Kusumangnityas dkk, 2021). Novita dkk (2022) menganalisis bahwa kegiatan perlindungan dan pengelolaan mangrove berkontribusi hingga 75% terhadap mitigasi iklim dibandingkan restorasi mangrove yang hanya 25% saja.

Berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2021, kawasan mangrove Indonesia yang berada di Hutan Lindung dan Hutan Konservasi hanya 49% saja, sisanya berada di kawasan Hutan Produksi dan Areal Penggunaan Lain yang berisiko beralih fungsi. Jika bisa menjaga hutan mangrove yang masih ada, Indonesia memiliki cadangan hingga 28 juta ton karbon (Arifianti, 2021). Ini artinya mangrove dapat berkontribusi untuk membantu Indonesia mencapai target FOLU unconditional (independent) hingga 5,6%.
Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan mangrove seharusnya menjadi prioritas untuk menjaga simpanan karbon Indonesia yang ada. Biaya yang diestimasikan pun lebih murah, dengan proses yang meliputi penguatan lembaga di tingkat provinsi, kabupaten, desa, hingga penguatan kebijakan dan perumusan regulasi.