“Drone” untuk Konservasi: Pemantauan dan Evaluasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
Musnanda Satar, Conservation Planning Senior Manager YKAN
Tidak hanya digunakan untuk mengambil lanskap yang memikat dari ketinggian, drone yang kini menjadi salah satu andalan dalam pembuatan seni audio visual, juga memberi angin segar dalam dunia konservasi. Pengawasan dan perencanaan pengelolaan kawasan dalam wilayah luas kini bisa lebih efektif dilakukan, para ilmuwan/konservasionis pun dapat memperoleh informasi terkini dan data solid untuk mengetahui bilamana ada isu yang memerlukan urgensi tinggi untuk segera ditindaklanjuti.
Tidak bisa dipungkiri, untuk mengetahui kondisi ril suatu lokasi membutuhkan waktu yang cukup lama, apalagi di sebuah kawasan hutan yang memiliki kerapatan tinggi. Beberapa wilayah bahkan masih sulit dijangkau karena lokasi yang terpencil. Namun, dengan adanya pesawat nirawak ini, menjelajah area yang sulit dijangkau tak lagi mustahil dilakukan. Bahkan, pesawat nirawak ini juga dapat membawa muatan. Pada kebanyakan drone, muatan yang dimaksud adalah kamera untuk pengambilan gambar. Namun, pada kegiatan konservasi, drone juga bisa digunakan untuk membawa dan menyebarkan biji tanaman.
BioCarbon Engineering, misalnya, pada tahun 2019, perusahaan start-up yang berbasis di Inggris ini menggunakan drone untuk menyebarkan 25.000 bibit tanaman di Australia, Afrika, dan Selandia Baru. Komunitas Conservation Drone juga pernah melakukan pemantauan kegiatan konservasi orangutan di Aceh pada 2013. Pada saat itu, drone untuk menghitung sarang orangutan serta memetakan habitat orangutan. Ya, peran utama drone dalam konservasi tak lepas dari fungsinya dalam mendukung dan mengambil data untuk pemetaan.
Akurasi data dan efektivitas
Aplikasi drone untuk pemetaan telah berkembang dan diaplikasikan di berbagai bidang. Beberapa provider data spasial skala global juga telah menggunakan drone dengan cukup aktif, seperti Google yang menggunakan drone milik Titan Aerospace untuk memperoleh gambar real time yang mendukung layanan Google Maps ataupun layanan lainnya.
Dalam dunia konservasi, penggunaan drone terutama diperlukan dalam proses pemetaan digital dan aplikasi GIS, untuk memberi gambaran suatu wilayah secara detail yang menjadi acuan untuk memantau, menganalisa, dan memberi rekomendasi untuk pengembangan strategi konservasi yang efektif.
Penggunaan drone dianggap lebih menguntungkan karena dapat memberikan gambar dengan tingkat resolusi tinggi dan mampu memberikan data spasial terkini dalam rentang waktu yang lebih cepat. Berbeda dengan satelit yang memerlukan durasi pengambilan gambar secara periodik dalam jangka waktu tertentu. Aplikasi pemetaan dengan drone pada kawasan tertentu yang dilakukan secara berkala juga akan jauh lebih murah jika dibandingkan dengan memperoleh data melalui citra satelit resolusi tinggi yang resolusi kurang dari satu meter.
Selain marak diterapkan untuk memetakan lokasi sarang orangutan di Indonesia, penggunaan drone dalam dunia konservasi juga untuk melakukan pemantauan kawasan hutan, antara lain mengkaji wilayah-wilayah kelola konsesi serta mendapatkan gambaran mengenai kondisi tutupan lahan yang paling baru.
Drone mampu mengambil data kondisi terkini dengan cakupan wilayahnya yang beragam, baik dalam satu lanskap secara luas atau secara detail dalam satu lokasi. Citra hasil tangkapan drone dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan tampilan visual tiga dimensi dan dengan tambahan software remote sensing, maka citra ini dapat diolah sebagai data dasar untuk membangun peta tutupan lahan dan lapisan-lapisan lainnya.
Pemantauan dan evaluasi kawasan NKT
Dalam melakukan kegiatan konservasi, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) juga menggunakan peranti drone untuk melakukan kegiatan pemetaan, yang terbukti menjadi lebih efektif. Di antaranya untuk kegiatan pemantauan kawasan kelola Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dalam skema kerja sama dengan The Nature Conservancy, dalam praktik Reduced Impact Logging (RIL) atau sistem penebangan ramah lingkungan, pengawasan kawasan hutan lindung, pengambilan data tutupan lahan untuk kegiatan hutan desa, dan pemantauan keanekaragaman hayati di kawasan tertentu. Pilihan menggunakan drone juga dilakukan untuk kegiatan pemantauan di wilayah kerja YKAN di Kalimantan Timur, seperti di kawasan Karst Sangkulirang Mangkalihat, di area Hutan Lindung Wehea, serta pemantauan tutupan lahan di sekitar Kampung Merabu, Berau, untuk mendukung inisiatif hutan desa.
Dewasa ini, YKAN juga menggunakan drone untuk melakukan kegiatan identifikasi dan monitoring kawasan bernilai konservasi tinggi (NKT). Pendekatan yang dilakukan mulai dari kajian desk analysis, mengambil data drone, processing image, dan menarik kesimpulan sebagian input evaluasi NKT (lihat Gambar 3).
Sementara itu kegiatan pemantauan dapat dilakukan secara lebih efektif dengan menggunakan data drone. YKAN menggunakan drone chopper ukuran kecil yang dapat diterbangkan sampai ketinggian 500 meter; meski untuk keperluan pemetaan, biasanya di ketinggian 100-200 meter, yang dapat menjangkau area hingga seluas 200 hektare. Berdasarkan data drone, maka pemantauan dapat dibuat lebih sederhana dengan mengambil sample sesuai kondisi tangkapan drone.
Gambar 4 menunjukkan bahwa citra gambar beresolusi tinggi yang diperoleh dari hasil tangkapan drone mampu memberikan gambaran detail sehingga membantu menentukan titik sampling yang lebih baik, tanpa harus mengunjungi keseluruhan wilayah.
Drone juga memungkinkan kajian spasial lebih lanjut, di mana hasil citra yang diambil dapat diolah dengan software GIS dan remote sensing untuk mengetahui kondisi perubahan tutupan lahan. Gambaran yang diambil dengan drone untuk pemetaan harus difoto secara tegak lurus dan biasanya dilakukan dengan grid tertentu untuk dapat menangkap gambar keseluruhan dari sebuah wilayah secara terstruktur. Foto-foto ini kemudian diolah lebih lanjut dan menghasilkan sebuah mozaik foto yang menampilkan cakupan area yang lebih luas. Gambar ini dapat diolah dengan berbagai software remote sensing seperti Drone2map atau software pengolahan citra seperti Erdas atau Envi.
Gambar 5 merupakan hasil analisis YKAN mengidentifikasi suatu kawasan berdasarkan gabungan mozaik foto drone pada wilayah tersebut. Hasil kajian remote sensing dapat disandingkan dengan baseline tutupan lahan pada tahun-tahun sebelumnya dan atau dapat dijadikan baseline untuk kajian secara periodik di waktu mendatang. Kajian ini dapat menentukan perubahan tutupan lahan, deforestasi atau reforestasi kawasan yang dikaji.
Aplikasi penggunaan drone terus berkembang seiring perkembangan teknologi drone dan fotografi, yang memungkinan drone dapat menjangkau wilayah lebih luas dan dengan kualitas citra yang lebih baik, serta dengan resolusi tinggi. Pada akhirnya, proses pemantauan dan identifikasi kawasan NKT pun akan semakin efektif dan memiliki data akurat, untuk menjadi acuan pengembangan strategi program konservasi.