Suku Dayak Basap dikenal sebagai penghuni asli Kampung Biatan Bapinang, Kecamatan Biatan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Berdasarkan mitologi masyarakat setempat, Kampung Biatan Bapinang pada mulanya bernama "Nuntulung". Nama ini diambil dari nama pohon semak-semak sejenis keladi yang banyak tumbuh di sekitar kampung. Oleh masyarakat setempat, rumpun pohon jenis keladi itu dinamakan “Bintulung”.
Suku Dayak Basap bersikap terbuka pada pendatang. Itu sebabnya, warga Kampung Biatan Bapinang kini menampilkan wajah yang beragam, ada suku Bugis, Jawa, Sunda, Sasak, Flores, Bali, Batak, dan lain-lain.
Kampung Biatan Bapinang memiliki luas 12.354 hektare dan didiami oleh 238 kepala keluarga atau 801 jiwa. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani. Jenis tanaman pangan pokoknya adalah padi dan jagung. Jagung manis madu biasanya diolah menjadi aneka sajian makanan, sedangkan jagung bantuan dari Dinas Pertanian dijual sebagai pakan ternak. Tanaman perkebunan yang paling banyak dijumpai adalah kelapa sawit dan sahang/lada. Panen lada (sahang) biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang. Beberapa keluarga juga menanam sayuran, sejenis umbi dan jenis rimpang, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual.
Kelapa Sawit
Kelapa Sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang ditanam di Kampung Biatan Bapinang. Warga menanam kelapa sawit karena pertimbangan waktu panen yang singkat, yaitu setiap 15-20 hari sekali. Mereka mengandalkan hasil panen untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Kini 70 persen warga, memiliki lahan sawit dengan luas lahan mencapai 6 hektare per orang. Pada 2011, warga Biatan Bapinang mendapat dukungan anggota DPRD Kaltim pada periode tersebut, yaitu (almarhum) H. Muharram, S.Pd., M.M. untuk memfasilitasi pembentukan koperasi. Koperasi sawit mandiri ini bertahan hingga September 2020, sebelum kini berstatus tidak aktif. Selain perkebunan sawit milik warga setempat, di Kampung Biatan Bapinang juga terdapat dua perusahaan sawit yang beroperasi, yaitu PT Buana Mudantara dan PT Andalas.
Potensi
Kampung Biatan Bapinang mempunyai potensi keanekaragaman hayati dan potensi pengembangan ekowisata yang masih bisa dipoles. Kampung ini memiliki hutan mangrove seluas 6,5 hektare yang berada di Areal Pengunaan Lain (APL), yang di bagian tengah hutan mangrove tersebut terdapat sumber air panas. Sayangnya, legalitas hak kelola mangrove dan wisata air panas ini masih berada di bawah pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Berau. Pelimpahan hak kelola secara penuh kepada pemerintah kampung akan membuat pembangunan partisipatif berjalan dengan baik. Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) dapat mengambil porsi lebih dan memaksimalkan peran pengelolaan sehingga dampak perekonomian dapat langsung dirasakan oleh kampung dan masyarakat.
Potensi lain dari Kampung Biatan Bapinang adalah kerajinan tangan dari anyaman rotan, berbagai jenis makanan ringan yang memanfaatkan tumbuhan (daun singkong, daun pepaya, dan pare), serta masih banyak lagi. Peran BUMK sangat dibutuhkan dalam memfasilitasi dan memaksimalkan peluang usaha sebagai salah satu bentuk perekonomian yang dapat berjalan secara berkelanjutan.
Implementasi SIGAP
Selama dua tahun terakhir (2020-2022), Yayasan Konservasi Alam Nusantara dan Yayasan Peningkatan dan Pengembangan Sumber Daya Umat (YP2SU) menerapkan pendekatan SIGAP di Kampung Biatan Bapinang. Tujuan pendampingan ini adalah terjadinya perbaikan tata kelola pemerintahan, peningkatan perekonomian warga, dan perlindungan sumber daya alam yang bernilai penting.
Capaian terbesar dari pendampingan ini adalah ditetapkannya Area bernilai konservasi Tinggi (ANKT) seluas ± 5.121 hektare di Kampung Biatan Bapinang. Area ini dikelola oleh lembaga konservasi kampung yaitu Kelompok Sadar Wisata (pokdarwis) Mampanas Nuntulung. Ketua lembaga ini adalah Wandra Hardinata (2022), dia juga merupakan fasilitas lokal program SIGAP di perkebunan sawit.
Selain ANKT, Kampung Biatan Bapinang juga memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung yang disusun secara partisipastif. Pendampingan dengan pendekatan SIGAP juga membantu terwujudnya peta 3 Dimensi dan peta Rencana Tata Guna Lahan Kampung.
Adapun dari aspek konservasi, warga telah melakukan pemasangan plang di wilayah konservasi dan patroli rutin. Dari sisi ekonomi, sebagai pendapatan alternatif warga kini berbudi daya lebah kelulut, dan terjadinya peningkatan kelembagaan pokdarwis dalam mengelola potensi wisata kampung.