“Saya bisa praktikan ecoprint ini di Desa dengan daun-daun yang ada di sekitar desa dan hutan lindung,” kata Liberta, warga Dayak Wehea dari Desa Nehas Liah Bing, Kabupaten Kutai Timur yang mengikuti pelatihan di Balai Besar Batik dan Kerajinan, Yogyakarta. Selama lima hari di bulan Juni 2024, sebanyak delapan Warga Dayak Wehea, belajar membatik tulis dan ecoprint.
Baca juga: Upaya Kolektif Menjaga Mangrove di Desa Teluk Pambang, Bengkalis
Pada dua hari pertama, peserta mendapatkan materi tentang batik tulis. Mulai dari membuat pola, menyalinnya ke kain, membatik, hingga mewarnai. Mereka membuat pola batik dengan beberapa pola ukiran dayak.
Yuliana Wetug, salah satu peserta mengatakan motif Dayak Wehea pada batik tulis bisa menjadikan salah satu buah tangan dari Desa Nehas Liah Bing, di Kabupaten Kutai Timur, tempat mereka tinggal. Dari 8 peserta, 2 peserta adalah pria dan mereka memiliki kemampuan mengukir kayu untuk menjadi totem ataupun aksesoris lainnya. Motif-motif ukiran Dayak Wehea digambar oleh Paulus Yen dan Philipus Tleang Helag yang kemudian dijadikan master cetakan di kain batik seukuran selendang tersebut.
Kemudian, di hari ketiga, peserta mendapatkan materi ecoprint. Pembelajaran ini baru didapat dan didengar warga Wehea. “Ternyata dari daun-daun dan bunga, bisa jadi kain yang cantik ya,” ujar Liberta. Para peserta bersemangat mengikut pelatihan ecoprint ini, lantaran bahan-bahannya lebih mudah ditemui ketimbang membatik tulis.
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) memfasilitas pelatihan membatik tersebut, sebagai bagian dalam program pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Diketahui masyarakat Dayak Wehea telah berhasil menjaga hutan lindung Wehea seluas 38 ribu hektare. Hutan Lindung tersebut kini dalam proses menuju penetapan Hutan Adat.
Hutan Lindung Wehea berada dalam Bentang Alam Wehea-Kelay yang memiliki total luasan 532.143 hektare. Pada kawasan ini telah disepakati pengelolaan sumber daya alam kolaboratif dengan menjadikan konservasi orang utan kalimantan (Pongo pygmaeus morio) sebagai jenis hayati yang memayungi (umbrella species) pada 2015.
Kesepakatan ini kemudian berkembang dari semula 10 menjadi 23 pihak di dalam bingkai Forum Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Bentang Alam Wehea-Kelay (Forum KEE Wehea-Kelay). Masyarat Dayak Wehea yang mendiami lima desa di Kecamatan Wahau adalah satu-satunya perwakilan masyarakat dalam forum ini.