Ketahanan Kawasan Pesisir

MERA

Mangrove Ecosystem Restoration Alliance

Mangrove restoration
Gugusan Mangrove Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau © Dhika Rino Pratama

Apa itu MERA?

Aksi kolaboratif adalah kunci keberhasilan pelestarian mangrove. MERA adalah platform multi-pihak untuk mewujudkan perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di Indonesia secara berkelanjutan. 

Melalui konsep kemitraan, MERA mengintegrasikan tata kelola ekosistem mangrove, baik di tingkat desa, kabupaten, hingga provinsi. Dengan demikian, kebijakan terkait perlindungan dan pengelolaan mangrove dapat berjalan secara sinergis dan tidak tumpang tindih.

Mengapa Beraliansi?

  • Pendekatan Holistik

  • Hemat Biaya

  • Dampak Lebih Besar

  • Berjejaring

Konsep pendekatan MERA adalah Community-based Ecosystem Mangrove Restoration (CBEMR). Pendekatan ekologis diterapkan untuk mengembalikan fungsi ekosistem mangrove, salah satu indikasinya adalah regenerasi bibit mangrove secara alami. MERA memiliki beberapa metodologi restorasi yang disesuaikan dengan kondisi dan ancaman terhadap mangrove di suatu daerah.

Melalui pendekatan CBEMR, MERA turut menciptakan pekerjaan konservasi bagi masyarakat lokal dengan melibatkan mereka secara aktif mulai dari pembekalan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pengambilan keputusan. Hal ini membantu terbentuknya keberlanjutan, rasa kepemilikan, dan pemahaman mengenai ekosistem secara komprehensif.

MERA (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance) Pengelolaan mangrove yang terpadu akan terwujud jika adanya aksi kolaborasi yang solid.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan kawasan mangrove terbesar di Bumi dengan luasan 3,36 juta hektare (23% dari total mangrove Bumi; KLHK, 2021). Akan tetapi, dalam tiga dekade terakhir, sekitar 40% luas mangrove di Indonesia telah hilang (FAO, 2007).

Mangrove belum menjadi spesies tumbuhan yang dilindungi di Indonesia. Kawasan mangrove yang masuk dalam kawasan lindung hanya setengahnya saja (PDASRH, 2021), sisanya berada di luar kawasan lindung/konservasi dan terancam hilang atau rusak.

DCIM\100MEDIA\DJI_0634.JPG
Keterangan Foto Kawasan mangrove di desa teluk Pambang. © Nugroho Arif Prabowo/YKAN

Penyebab utama hilangnya mangrove di Indonesia, antara lain:

  • Konversi hutan mangrove menjadi tambak, pertanian, perkebunan, dan pemukiman
  • Penebangan kayu mangrove (menjadi arang maupun bahan bangunan)
  • Terdegradasi oleh tumpahan minyak atau polusi

Padahal, ekosistem mangrove memiliki peranan ekologis penting, baik bagi manusia maupun alam. Mangrove merupakan rumah bagi beranekaragam hayati yang menjadi sumber penghidupan manusia. Selain itu, mangrove juga memberi perlindungan dari ancaman badai, ombak, hingga abrasi. Terlebih lagi, mangrove mampu menyumbang karbon 3-5x lebih besar daripada tumbuhan darat. 

Tujuan Program (2030)

Tata kelola kawasan pesisir terpadu bertujuan untuk: Pendekatan Solusi Berbasis Alam dalam konteks perubahan iklim juga dapat memberi manfaat 'triple-win', yaitu:
Mengurangi kerentanan masyarakat pesisir Mengurangi risiko bencana
Mengurangi kerentanan masyarakat pesisir Mendukung konservasi keanekaragaman hayati
Mengurangi kerentanan masyarakat pesisir Meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pesisir

Highlight MERA

  • 2 KKMD

    Fasilitasi pembentukan Kelompok Kerja Mangrove Daerah

  • 398.779,78 Ha

    Penyusunan rencana restorasi/pengelolaan mangrove

  • 262 ha

    Restorasi ekosistem mangrove

  • 236,5 ha

    Restorasi berbasis adaptasi (SECURE: shrimp-carbon aquaculture)

  • 3 Produk

    Olahan berbasis non-timber mangrove

Strategi MERA

Ogan Komering Ilir

Wilayah Kerja MERA

Publikasi

Mitra